koranwantara.com – Bekasi
Meski pemerintah telah mengatur bahwa pengadaan pakaian seragam diusahakan sendiri oleh orangtua atau wali peserta didik serta tidak boleh dikaitkan dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau kenaikan kelas, namun hal tersebut sepertinya tidak berlaku bagi beberapa sekolah yang ada di Kabupaten Bekasi. Pasalnya praktek penjualan seragam melalui sekolah atau di tempat yang telah ditentukan sekolah pada setiapa Tahun Ajaran Baru masih saja terjadi baik pada jenjang Pendidikan dasar (SD & SMPN) maupun manengah (SMA & SMK).
Ironisnya, penjualan pakaian seragam melalui sekolah maupun di tempat yang telah ditentukan oleh pihak sekolah yang terkesan memaksa peserta didik dengan dalih atas kesepakatan orangtua/wali dan komite sekolah tersebut dimasa pandemik covid-19 dimana kegitan belajar mengajarnya dilaksanakan dengan sistem online atau sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang melarang kegiatan lain selain kegiatan pembelajaran masih saja terjadi.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Investigas Dewan Pimpinan Pusat Masyarakat Peduli Hukum dan Pemerintahan (DPP MAPHP) Faranses, P.M kepada WANTARA di Kantornya Jl. Villa Makmur 2, Tambun Selatan, Kab Bekasi, Senin, 1 November 2021 lalu saat dimintakan tanggapannya terkait maraknya praktek penjulan seragam serta berbagai pungutan di sekolah yang banyak dikeluhkan para orangtua murid.
Menurut Franses, praktek jual beli seragam telah membudaya di sekolah – sekolah yang ada di Kabuapaten Bekasi, khususnya di sekolah menengah (SMAN/SMKN) terlebih lagi sejak pengelolaanya diserahkan ke Provinsi yang seolah jauh dari pemantauan Gubernur Jabar, sehingga terkesan adanya pembiaran oleh Kepala Dinas Pendidikan Jabar maupun Kepala KCD Wilayah III.
Selain melanggar Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, pasal 4 ayat 1 yanga menyatakan bahwa “Pengadaan pakaian seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orangtua atau wali peserta didik. (2) Pengadaan pakaian seragam sekolah tidak boleh dikaitkan dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau kenaikan kelas.
Praktek penjualan seragam juga merupakan kejahatan serius yang harus diperangai secara luar biasa sebagaimana diatur dalam Undang – undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang – undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana disebutkan dalam dasar pertimbangan yang menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Pelanggaran hak sosial masyarakat tersebut antara lain adalah hak kebebasan untuk menentukan waktu, tempat dan penawaran harga seragam yang diakibatkan adanya pemaksaan terselubung dari pihak sekolah yang menjual pakaian seragam berkedok koperasi sekolah, ujar Franses.
Ironisnya, lanjut Franses, akibat terjadinya pembiaran tersebut, paraktek jual beli seragam di sekolah menengah semakin menggila dan tidak terkedali karena diduga melibatkan langsung oknum guru yang merangkap sebagai pengurus koperasi sekolah dan berpotensi terjadinya tindak pidana Kejahatan dalam Jabatan sebagaimana di atur dalam pasal Pasal 415 KUHPidana yang menyatakan, “seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Dalam hal uang hasil keuntungan penjualan seragam yang seharusnya menjadi keuntungan koperasi, diambil menjadi keuntungan pribadi dan atau menjadi keuntungan orang lain yang menajadi mitra koperasi.
Dan atau Jo Pasal 416 KUHPidana yang menyatakan “seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku buku-buku daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Dalam hal oknum tersebut memalsukan laporan keuangan koperasi.
Dan atau Pasal 435 KUHPidana yang menyatakan “seorang pejabat yang dengan langsung maupun tidak langsung sengaja turut serta dalam pemborongan, penyerahan atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian, dia ditugaskan mengurus atau mengawasinya, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak delapan belas ribu rupiah,”
Dalam hal oknum tersebut hanya menerima komisi atau penyertaan modal.
Seperti yang terjadi di SMKN 2 Cikarang Barat, meski penjualan seragam kepada peserta didik di lakukan melalui Koperasi Sekolah bernama ‘KOPERASI TUT WURI HANDAYANI MANDIRI’ namun pembayaran dilakukan menggunakan rekening pribadi melalui BJB SYARIAH KCP CIKARANG. No REK : 5140206005XXX atas nama EK seorang oknum guru yang menjabat sebagai bendahara Koperasi.
Itulah sebabnya saya sebutkan Praktek Jual Beli, karena yang membeli pakaian seragam untuk dijual di koperasi serta yang meraup keuntungan adalah oknum guru sekaligus bertindak sebagai bendahara koperasi.
Praktek ini telah terjadi cukup lama dan terkesan dibiarkan, bukan rahasia umum lagi bahwa praktek jual beli seragam serta pemberlakukan berbagai pungutan yang melibatkan Sdri. EK dan mantan Kasubag SMKN 2 Cikarang Barat banyak dikeluhkan masyarakat, bahkan sejak Kepala KCD dijabat Hery Pansila hingga saat ini sudah banyak laporan yang masuk, baik dari masyarakat, LSM, aktivis penggiat anti Korupsi maupun melalui pemberitaan media cetak dan opnline namun tidak ada perubahan”
Informasi yang diterima dari sumber terpercaya menyatakan bahwa penjualan baju seragam melalui koperasi sekolah di SMKN 2 Cikarang Barat dengan harga di atas harga pasar tersebut telah disepakati bersama antara sekolah dan ditingkat SMAN disepakati melalui Ketua MKKS SMA Kabupaten Bekasi, harganya mencapai Rp 1.700.000,-/peserta didik yang terdiri dari Baju Batik, Baju Muslim, Baju Almamater dan baju Olahraga, tegas Franses.
Ragan Kutipan
Frances menambahkan, selaian praktek penjualan seragam dengan modus Koperasi Sekolah menggunakan rekening pribadi, di SMKN 2 Cikarang Barat juga diberlakukan berbagai pungutan diantanya, kutipan kepada peserta didik baru berupa uang gedung berkedok sumbangan awal tahun sebesar Rp.1000.000,- hingga Rp.3.500.000,-/peserta didsik.
Ada pula pungutan untuk biaya Perpisahan Kelas XII tahun 2020 dengan jumlah 540 siswa/i dan untuk tahun 2021 dengan jumlah 540 siswa/i yang tidak dikembalikan kepada siswa/i padahal kegiatan tersebut tidak terselenggarakan akibat covid – 19, terang Frances.
Franses berharap seluruh kepala sekolah untuk memperhatikan keluhan dan keadaan ekonomi orangtua siswa di masa Covid-19 ini dalam kesusahan sehingga membutuhkan kebijaksanaan yang berpihak kepada peserta didik khususnya dalam pengelolaan Dana BOS yang dialokasikan untuk membantu kebutuhan belanja operasional seluruh peserta didik .
Demikina juga Kadisidk Provinsi Jawa Barat H. Dedy Supandi, S.STP., M.Si., agar menindak tegas oknum kepala sekolah dan oknum guru lainnya yang sudah menyalahgunakan Jabatannya, agar meninbulkan efek jera dan terjadinya perubahan di tahun yang akan datang, karena sekolah adalah dunia pendidikan bukan dunia bisnis.
“Apabila kadisdik provinsi jawa barat tutup mata dan tidak berani mengambil tindakan tegas kepada oknum kepala sekolah dan oknum guru lainnya yang menyalah gunakan Jabatannya, maka kami DPP MAPHP akan membuat gugatan class eksen terhadap institusi yang dinahkodai oleh H. Dedy Supandi tersebut, jika Penjualan Baju Seragam dan Punggutan Awal Tahun terus berlanjut,” ucapnya.
Ketika hal tersebut coba dikonfirmasikan Selasa (2 November 2021) lalu, kepala SMKN 2 Cirang Barat sedang tidak berda di tempat, sementara itu Euis Khoirunnisa selaku humas SMKN 2 Cikarang Barat belum bersedia di temui, menurut petugas piket, sesuia aturan, selaian kedinasan SMKN 2 Cikarang Barat hanya menerima tamu satu kali seminggu yakni setiap hari Jumat. @Bersambung/WS/JS